Moresco sendiri merupakan seni musik yang mengiri
tarian anggar antara hulubalang Muslim dan Kristen. Pada permulaannya,
moresco merupakan seni musik dan tari yang mengisahkan kisah-kisah Perang Salib
antara umat Muslim dan Kristen dalam kebudayaan Bangsa Moor. Moresco adaah seni
yang bernafaskan Islam sedangkan seni non-Islamik disebut dengan Cafrinho yang
berasal dari kata kafir yakni non-Islam. Istilah Cafrinho digunakan
untuk menamakan kaum heathen atau kaum creolist Portugis di Goa-India.
Sedangkan dalam perkembangan musik keroncong
disebutkan bahwa moresco merupakan bentuk awal dari perkembangan musik
ini. Hal ini mungkin saja karena pada rentang waktu 1891-1903 di Surabaya yang
merupakan kota pelabuhan terbesar di Hindia Belanda masa itu berdiri sebuah
grup keroncong yang bernama KOMEDI STAMBOEL. Grup ini merupakan grup
pertunjukan bergaya Istanbul, mereka mengadakan pertunjukan dengan cara
berkeliling Hindia Belanda, Singapura, dan Malaysia. Pada umumnya pertunjukan
mereka mengisahkan Hikayat 1001 Malam, Opera Eropa maupun cerita rakyat, serta
hikayat-hikayat dari Timur Tengah, Persia, atapun India. Pada masa inilah
dikenal musik keroncong dengan Stambul I, II, dan III.
Moresco yang bernafaskan keislaman lazimnya
dinyanyikan vokalis perempuan dengan nasal voice, karena diharamkan
bagi mereka menyanyi dengan membuka mulut di hadapan publik. Nasal voice tidak
lazim bagi vokalis Portugis, sehingga mereka menggantikannya dengan suara falsetto
yang hanya cocok untuk suara laki-laki namun tidak untuk suara perempuan.
Akibatnya vokalis perempuan terdengar berteriak bukan lagi bernyanyi, seperti
halnya suara para vokalis perempuan dalam menyanyikan lagu keroncong pada tahun
1920-an di Indonesia. Ternyata kasus yang sama terjadi juga pada fado Portugis
yang berasal dari Moresco, seperti lagu Folgadinho berikut ini dengan nada
tertinggi pada f#2. Namun yang menarik adalah imitasi nasal voice dari
vokalis perempuan Portugis sebagai tuntutan dalam menyanyikan sebuah Moresco
menghasilkan warna yang berbeda dengan para sindhen Jawa, karena lebih
merupakan sebuah jeritan falsetto dibandingkan dengan vokalis laki-laki
yang bebas membuka mulut.
Folgadinho menjadi julukan bagi seseorang yang suka
bermalas-malasan. Khususnya bagi orang Moor di Portugal yang gemar bekerja,
istilah Folgadinho menjadi sebuah sindiran. Syair lagu Folgadinho bersifat parodial
dan responsorial yang selalu diakhiri dengan refrain. Sebagai
fado pengiring tarian refrain dinyanyikan tutti chorus sambil bertepuk
tangan, sebagai pengganti waditra adufe atau rebana Arab, yang asalnya
adalah bunyi kerincing gelang kaki si penari Moor di istana Portugal pada abad
ke-12, seperti halnya penari Katakali dari India, atau penari Ngremo
gaya Jawa Timuran.
0 komentar:
Posting Komentar